Praktikum 1 RK Teaching Lab 2.4
Genosida Rohingya
di Negeri Suu Kyi
Oleh: Anggi Kusumadewi (Kumparan)
Siti Nadia Nurul Azizah / G24170083
Asisten Praktikum:
Rachmi Wildan AMP / I34150074
Nubzatsania / I34150082
1. Gambarkan realitas struktur sosial yang ada dalam bacaan, kaitkan dengan
status dan peranannya!
Jawab :
Realita struktur sosial yang terdapat dalam
bacaan Genosida
Rohingya di Negeri Suu Kyi adalah Rohingya sebagai suatu kelompok etnis
minoritas ras Indo-Arya penganut agama Islam dari negara bagian Rakhine (
Arakan ) di Myanmar. Berjumlah sekitar sejuta orang. Status sosial kaum
Rohingya adalah warga negara Myanmar yang sekarang ini kerap dianggap illegal
bahkan sampai tidak diakui oleh Myanmar sendiri. Peranan warga negara
seharusnya ikut andil dalam segala aspek kegiatan kewarganegaraan, mendapat hak
dan kewajiban yang sama sebagai warga negara bukan malah dibantai seperti yang
dilakukan kaum elite Burma Myanmar kepada kaum Rohingya. Status kaum elite
Burma Myanmar kebanyakan para petinggi negara yang mempunyai kekuasaan dan
kewenangan terhadap seluruh warga negara Myanmar, sehingga mereka mempunyi
kendali atau control terhadap semua etnis yang tinggal di Myanmar
2. Menurut
anda, apakah yang dimaksud dengan tindakan social ? Kemudian gambarkan tindakan sosial yang ada dalam bacaan berdasarkan
motifnya, menurut tipe ideal Weber (tidak harus semuanya, sesuaikan dengan
bacaan!)
Jawab
:
Menurut
saya, tindakan sosial adalah suatu cara perwujudan individu maupun kelompok sosial untuk mencapai sesuatu yang diinginkan
agar terjadi dan terdapat hubungan saling ketergantungan didalamnya. Tindakan sosial
yang dilakukan oleh para kaum elite Burma Myanmar kepada kaum minoritas
Rohingya, merujuk pada empat tipe idealnya Weber, terdapat :
Í Tipe
tindakan rasional instrumental yang bermotif efisiensi dan efektifitas
pencapaian tujuan.
Dalam hal mencapai tujuan seperti apa kaum elite Burma melakukan kejahatan sosial kepada kaum Rohingya ? Kaum elite Burma yang menganut agama Buddha memiliki tujuan untuk memusnahkan kaum Rohingya ( penganut agama islam ). Jika menilik bacaan, tidak dituliskan secara jelas mengapa kaum elite Burma menindas bahkan membantai kaum Rohingya, tetapi menurut sumber lain yang saya baca, terdapat beberapa alasan diantaranya dendam tersendiri seorang biksu terhadap islam dan ada juga yang mengatakan bahwa ada masalah krisis ekonomi dan politik juga didalamnya.
Dalam hal mencapai tujuan seperti apa kaum elite Burma melakukan kejahatan sosial kepada kaum Rohingya ? Kaum elite Burma yang menganut agama Buddha memiliki tujuan untuk memusnahkan kaum Rohingya ( penganut agama islam ). Jika menilik bacaan, tidak dituliskan secara jelas mengapa kaum elite Burma menindas bahkan membantai kaum Rohingya, tetapi menurut sumber lain yang saya baca, terdapat beberapa alasan diantaranya dendam tersendiri seorang biksu terhadap islam dan ada juga yang mengatakan bahwa ada masalah krisis ekonomi dan politik juga didalamnya.
Í Tindakan
afektif
Kaum
mayoritas elite Burma terhadap kaum minoritas Rohingya. Terlihat dari cara
mereka membantai kaum Rohingya, mereka membunuh dengan membabi buta, tanpa
pandang bulu mereka menupas orang dewasa, lansia, wanita dan anak anak bahkan
bayi. Mereka seakan akan melampiaskan emosi mereka kepada kaum Rohingya
tersebut.
3. Deskripisan fakta-fakta didalam bacaan yang
terkait dengan konsep integrase fungsional!
Jawab:
Ketika ribuan orang Rohingya mencoba
mengungsi ke Bangladesh karena terancam dibantai dalam operasi militer Myanmar,
orang-orang itu justru diperintahkan penjaga perbatasan untuk kembali ke zona
merah mereka--justru pada menit mereka tiba di perbatasan harapan.
Terlihat dari fakta yang diambil dari bacaan
tersebut diatas bahwa terdapat kesaling-tergantungan dari orang Rohingya yang
ingin menyelamatkan diri mereka, membutuhkan tempat bersinggah untuk mereka
menjalani hidup, membutuhkan negara
yang menerima mereka tanpa ada kekerasan, tanpa harus ada pertumpahan darah,
tanpa ada ketegangan ketegangan sosial. Mereka
susah payah mencari makan dan minum, mendaki gunung, melewati lembah, menyusuri
hutan – hutan demi untuk mencari tempat yang aman menghindari maut yang menanti
mereka,namun negara lain tidak
bisa berbuat banyak atau lebih tepatnya tidak ingin membantu orang Rohingya
padahal mungkin diantara warga negara Bangladesh ingin membantu saudara saudara
muslimnya namun Karena takut terjadi pembantaian yang lebih dahsyat mereka jadi
mengurungkan niatnya. Sehingga mereka selalu menyuruh kaum Rohingya itu kembali lagi
4.
Berikan dan jelaskan contoh fakta sosial dalam bacaan yang termasuk dalam, aras
– aras berikut
Jawab
:
Í Aras
Masyarakat : Di Negara Myanmar terdapat kaum elite Burma, penduduk mayoritas
Myanmar yang menganut agama Buddha. Tokoh biksu nasionalis bernama Wirathu
mengungkapkan pengakuannya tekait konflik agama di Myanmar.
Pengusung gerakan 969 ini takut Myanmar akan seperti Indonesia setelah Islam masuk ke nusantara abad ke-13. Pada akhir abad ke-16, Islam dapat menggantikan Hindu dan Buddha sebagai agama yang dominan.
Wirathu mengucapkan bahwa dengan uang, Islam lebih kaya dan menikahi perempuan Buddha Burma dan kemudian mesuk Islam dan menyebarkan agama. Perilaku umat Islam itu membuat pengikut kuil Buddha menjadi lebih sedikit. Bagi Wirathu, Islam adalah seperti musuh berpangkalan untuk umat Buddha.
Ketika itu ada laporan dari Departemen Luar Negeri AS tentang peningkatan kekerasan anti-Muslim di Myanmar. Sentimen anti-Muslim disulut pada Maret 2001. Upaya provokasi Wirathu tetap berlangsung hingga dia ditahan pada 2003 dan divonis 25 tahun penjara.
Dia diputus bersalah Karena menyebarkan pamphlet anti-Muslim yang menghasut kerusuhan komunal di tempat kelahirannya di Kyaukse, sebuah kota dekat Meikhtila. 10 Muslim tewas di Kyaukse Karena pergerakan Buddha.
Rohingya sebagai suatu kelompok etnis minoritas ras Indo-Arya penganut agama Islam dari negara bagian Rakhine ( Arakan ) di Myanmar. Rohingya, sasaran kaum elite Burma Myanmar yang selalu diintimidasi, ditindas bahkan dibantai.
Pengusung gerakan 969 ini takut Myanmar akan seperti Indonesia setelah Islam masuk ke nusantara abad ke-13. Pada akhir abad ke-16, Islam dapat menggantikan Hindu dan Buddha sebagai agama yang dominan.
Wirathu mengucapkan bahwa dengan uang, Islam lebih kaya dan menikahi perempuan Buddha Burma dan kemudian mesuk Islam dan menyebarkan agama. Perilaku umat Islam itu membuat pengikut kuil Buddha menjadi lebih sedikit. Bagi Wirathu, Islam adalah seperti musuh berpangkalan untuk umat Buddha.
Ketika itu ada laporan dari Departemen Luar Negeri AS tentang peningkatan kekerasan anti-Muslim di Myanmar. Sentimen anti-Muslim disulut pada Maret 2001. Upaya provokasi Wirathu tetap berlangsung hingga dia ditahan pada 2003 dan divonis 25 tahun penjara.
Dia diputus bersalah Karena menyebarkan pamphlet anti-Muslim yang menghasut kerusuhan komunal di tempat kelahirannya di Kyaukse, sebuah kota dekat Meikhtila. 10 Muslim tewas di Kyaukse Karena pergerakan Buddha.
Rohingya sebagai suatu kelompok etnis minoritas ras Indo-Arya penganut agama Islam dari negara bagian Rakhine ( Arakan ) di Myanmar. Rohingya, sasaran kaum elite Burma Myanmar yang selalu diintimidasi, ditindas bahkan dibantai.
Í Aras
Mikro : Hubungan antara kaum elite Burma dengan kaum Rohingya sangatlah buruk. Ketika
kaum Rohingya bertemu dengan para tentara kaum elite Burma Myanmar tak pandang bulu
mau itu angkatan bersenjata ataupun warga sipil mereka menembakinya, mereka
menembak setiap orang yang bergerak, mereka membakar rumah-rumah orang
Rohingya.
Ketika mereka hanya berbekal beras ketan dan beberapa botol kosong untuk menampung air, berjalan sejauh 20 kilometer bertelanjang kaki, menerabas pegunungan, menyusuri dan menyeberangi sungai--dengan asa menuju keselamatan.
Begitu sampai ke gerbang keselamatan, mereka tak diizinkan masuk. Akses kaum Rohingya sangat terbatas. Mereka sangat menderita. Desa – desa mereka di bakar, wanita, anak kecil bahkan bayi dibantai tanpa rasa belas kasihan.
Ketika mereka hanya berbekal beras ketan dan beberapa botol kosong untuk menampung air, berjalan sejauh 20 kilometer bertelanjang kaki, menerabas pegunungan, menyusuri dan menyeberangi sungai--dengan asa menuju keselamatan.
Begitu sampai ke gerbang keselamatan, mereka tak diizinkan masuk. Akses kaum Rohingya sangat terbatas. Mereka sangat menderita. Desa – desa mereka di bakar, wanita, anak kecil bahkan bayi dibantai tanpa rasa belas kasihan.
Í Aras Masalah Sosial : Masalah sosial terjadi adalah genosida, yaitu
pembantaian massal kaum minoritas Rohingya oleh kaum elite Burma Myanmar. Juru
bicara ERC Anita Schug kepada kantor berita Turki mengatakan ada sekitar 2000
sampai 3000 orang Muslim Rohingya yang mati dibantai.
Jumlah yang aslinya belum pasti namun sepertinya jumlah asli kaum Rohingya yang mati lebih dari yang dipublikasikan ke media massa. Diantara yang mati terdapat orang dewasa, wanita, anak – anak tak terkecuali bayi. Desa-desa dibakar, tidak ada lagi tempat persinggahan untuk mereka. Tidak ada perbekalan. Mereka ditolak ketika mendatangi gerbang kawasan damai, mereka dibuang di negara mereka sendiri dan tidak diterima oleh negara orang.
Jumlah yang aslinya belum pasti namun sepertinya jumlah asli kaum Rohingya yang mati lebih dari yang dipublikasikan ke media massa. Diantara yang mati terdapat orang dewasa, wanita, anak – anak tak terkecuali bayi. Desa-desa dibakar, tidak ada lagi tempat persinggahan untuk mereka. Tidak ada perbekalan. Mereka ditolak ketika mendatangi gerbang kawasan damai, mereka dibuang di negara mereka sendiri dan tidak diterima oleh negara orang.
5.
Jelaskan apa yang dimaksud
dengan kutub objektif dan subjektif, berikan contoh berdasarkan fakta bacaan.
Jawab :
Ø Kutub Objektif adalah kumpulan tindakan sosial yang mendefinisikan tindakan sosial sebagai kumpulan tindakan sosial individual yang dapat diukur secara
empiris dan secara positif dinyatakan sebagai suatu angka (rate) sosial.
Contoh: Pada Minggu (27/8) terdapat 1.000
orang Rohingya dibunuh di Desa Saugpara, Distrik Rathedaung. Itu baru di satu
desa. Bagaimana dengan jumlah korban di desa-desa lainnya?
Ø Kutub Subjektif adalah kumpulan tindakan sosial yang mendefinisikan tindakan sosial sebagai kumpulan tindakan sosial individual yang tidak dapat diukur
secara empiris, dan dinyatakan sebagai suatu tindakan
Contoh: Pria itu berkata, “Mereka membakar
semua rumah di perkampungan Rohingya. Masih banyak warga yang terjebak di
kampung-kampung. Kami akan pergi ke sana untuk menyelamatkan mereka. Biarlah
andai kami mati nanti.” Perkampungan yang ia maksud berada di Desa Thar Ya Ko
Tan, bagian selatan kota Maungdaw di Rakhine yang berada di barat Myanmar.
Genosida Rohingya
di Negeri Suu Kyi
Tak
banyak yang peduli pada kisah orang-orang Rohingya. Ya, mungkin sebagian dari
kita kerap mendengar cerita penindasan terhadap mereka. Tapi, sayangnya,
terlalu banyak tragedi di dunia, tak terhitung bahkan, hingga telinga jadi
pekak dan hati mati rasa.
Jika
begitu banyak kekejaman di dunia, lantas apa yang istimewa dengan Rohingya?
Kenapa Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2013 melabeli Rohingya sebagai etnis
paling teraniaya di dunia?
Bayangkan
anda satu dari ribuan orang Rohingya yang dikejar tentara, hendak dibunuh--tak
peduli lelaki atau perempuan, tua atau muda. Anda dan keluarga anda, hanya
berbekal beras ketan dan beberapa botol kosong untuk menampung air, berjalan
sejauh 20 kilometer bertelanjang kaki, menerabas pegunungan, menyusuri dan
menyeberangi sungai--dengan asa menuju keselamatan. Begitu sampai ke gerbang
keselamatan, anda tak diizinkan masuk. Gerbang tak terbuka, dan penjaganya
mengusir anda kembali--menuju celaka, tempat di mana tentara bersenjata
menunggu anda dan rombongan anda untuk dibantai tanpa ampun.
Dan itu
bukan sekadar kisah fiksi, tapi kenyataan pahit yang dialami orang-orang
Rohingya--kelompok etnis minoritas Indo-Arya penganut Islam dari negara bagian
Rakhine (Arakan) di Myanmar, negeri yang dipimpin pemenang Nobel Perdamaian
Aung San Suu Kyi. Ironis. Ketika ribuan orang Rohingya mencoba mengungsi ke
Bangladesh karena terancam dibantai dalam operasi militer Myanmar, orang-orang
itu justru diperintahkan penjaga perbatasan untuk kembali ke zona merah
mereka--justru pada menit mereka tiba di perbatasan harapan.
Tinggal
selangkah menuju selamat, dan diempaskan kembali menuju cengkeraman maut.
Betapa kadang hidup begitu absurd dan nyawa ribuan orang tak ada artinya.
Pemerintah
Bangladesh beralasan, mereka tak bisa lagi menampung Rohingya karena sudah
menerima 400.000 orang Rohingya sejak awal konflik bermula pada 1990-an.
Yang
lebih tragis, Rohingya sesungguhnya adalah keturunan Bangladesh. Meski telah
tinggal menetap hingga beberapa generasi di Myanmar, mereka tidak diakui
Myanmar sebagai warga negara. Demikian pula Bangladesh tidak mau mengakui
mereka sebagai warga. Itulah sebabnya julukan “etnis paling tertindas di dunia”
disematkan PBB pada Rohingya. Mereka tak punya negara, tak diterima sebagai
bagian dari masyarakat di tempat mereka bertumbuh.
Berapa
orang Rohingya yang kini diburu tentara Myanmar? Angkanya belum jelas benar
karena kondisi mereka yang lari terpencar--dan akses masuk bagi jurnalis
ditutup, namun diperkirakan sedikitnya 5.000 orang, dan total bisa mencapai
puluhan ribu.
Aktivis
Rohingya di Eropa, Ro Nay San Lwin, mengatakan jumlah itu berkisar antara 5.000
hingga 10.000 orang. Dari jumlah itu, sekitar 5.000 orang berjalan kaki ke
Bangladesh. Mereka, dilansir Reuters,
mencoba menyelinap masuk perbatasan pada malam hari. Jumlah Rohingya yang
berlari menghindari maut bahkan bisa lebih banyak lagi, sebab banyak di antara
mereka yang bersembunyi dan terjebak di gunung-gunung, hutan, dan perbatasan.
Menghitung orang yang berupaya keras
tak terlihat bukan perkara mudah.
“Situasi
di lapangan sangat mengerikan. Desa-desa Rohingya dibakar, ribuan orang
terjebak di belantara. Mustahil mengetahui angka pastinya, tapi bisa mencapai
80.000 orang,” kata Kyaw Win, Direktur Burma Human Rights Network, saat
berbalas pesan dengan kumparan,
Selasa (29/8). Ia mengatakan, eskalasi ketegangan dimulai bulan Juli dan
mencapai puncaknya Agustus ini ketika pembantaian dan penangkapan orang-orang
Rohingya dilakukan, menyusul pembakaran desa-desa mereka. “Hampir semua desa
Rohingya dibakar. Orang-orang Rohingya menghadapi genosida. Mereka mencoba mencari
pertolongan,” ujar Kyaw Win. Kyaw Win telah tiga hari penuh menerima panggilan
darurat terkait Rohingya. “Ini semua sungguh membuat depresi. Kemanusiaan
hilang ditelan persoalan politik,” imbuhnya. “Tolong jangan biarkan genosida di
Kamboja terulang di Myanmar,” kata Kyaw Win, berulang kali memohon agar aktivis
dan jurnalis bersedia bersuara demi nyawa warga Rohingya yang entah bisa
bertahan berapa lama dalam perburuan.
Pria itu
berkata, “Mereka membakar semua rumah di perkampungan Rohingya. Masih banyak
warga yang terjebak di kampung-kampung. Kami akan pergi ke sana untuk
menyelamatkan mereka. Biarlah andai kami mati nanti.” Perkampungan yang ia
maksud berada di Desa Thar Ya Ko Tan, bagian selatan kota Maungdaw di Rakhine
yang berada di barat Myanmar. Thar Ya Ko Tan bukan satu-satunya desa yang
dibumihanguskan. Sejak pemerintah Myanmar menggelar operasi perburuan militan
Rohingya untuk menumpas kelompok pemberontak ARSA (Arakan Rohingya Salvation
Army/Tentara Pembebasan Rohingya Arakan) pada Jumat pekan lalu, 25 Agustus,
sudah lebih dari lima desa Rohingya dibakar. Operasi itu merupakan reaksi keras
pemerintah Myanmar atas penyerangan ARSA terhadap pos-pos militer pada Jumat
itu. Jumat kemarin, ARSA menyerang 30 pos polisi dan sebuah pangkalan militer
di Rakhine.
Kemarahan
ARSA pada pemerintah Myanmar makin menjadi sejak permukiman Rohingya diblokade
macam perlakuan Israel terhadap Gaza. Rohingya dilarang keluar sehingga mereka
tak bisa bekerja, tak bisa pergi ke masjid yang berada di luar area blokade,
bahkan kesulitan hanya untuk ke pasar membeli makanan dan minuman.
Dalam
upaya perburuan tentara terhadap Rohingya pasca-serangan ARSA Jumat lalu itu,
sedikitnya 109 telah tewas. “Mereka datang tengah malam dan mulai membakar
pondok jerami kami. Kami lari ke bukit menyelamatkan diri. Mereka menembaki
kami,” kata seorang Rohingya muda, Amena Khatun, kepada CNN. Menurut perempuan 31 tahun itu, tentara Myanmar mengamuk
karena menemukan mayat tiga orang Buddha di dekat desa Rohingya.
Dalam
sebuah video yang dirilis Senin, 28 Agustus, pemimpin ARSA Ata Ullah
memperingatkan pemerintah Myanmar untuk tak menindas Rohingya. ARSA--yang
disebut Myanmar sebagai organisasi teroris--bersumpah membela Rohingya dari
kekejaman tentara Myanmar. Seberapa banyak orang Rohingya yang telah menjadi
korban, dan sekejam apa tentara Myanmar terhadap mereka? European Rohingya
Council (ERC) menyatakan, korban tewas mencapai ribuan orang, jauh lebih banyak
dari angka 90 sampai 100-an orang yang disebut pemerintah Suu Kyi.
Juru
Bicara ERC Anita Schug kepada kantor berita Turki, Anadolu Agency, mengatakan bahwa dalam waktu tiga hari saja
sejak operasi perburuan dimulai tentara Myanmar pada Jumat lalu, Muslim
Rohingya yang terbunuh di Rakhine mencapai 2.000-3.000 orang.
Dengan
dalih mencari kelompok militan ARSA, tentara membantai Rohingya tanpa ampun,
tak pilih-pilih apakah korban lelaki, perempuan, anak-anak, orang tua, bahkan
bayi. “Perempuan dan anak-anak ada di antara mereka yang tewas. Tak terkecuali
bayi. Di desa saya, tentara dan polisi perbatasan setidaknya membunuh 11 orang.
Ketika tiba di desa, mereka menembaki semua yang bergerak, sedangkan beberapa
lainnya membakar desa,” kata Aziz Khan, warga Rohingya di Maungdaw, kepada Al Jazeera.
Warga
Rohingya yang kini hidup dalam perburuan setelah desa-desa mereka dibakar,
menggelandang dan tidur tanpa atap di hutan dan gunung, di manapun belukar bisa
menyembunyikan mereka.“Ini adalah genosida yang dilakukan perlahan,” kata
Schug. sungguh cemas, sebab pada Minggu (27/8) mendengar 1.000 orang Rohingya
dibunuh di Desa Saugpara, Distrik Rathedaung. Itu baru di satu desa. Bagaimana
dengan jumlah korban di desa-desa lainnya? Siapa bisa memastikan ada berapa
ratus atau berapa ribu nyawa melayang sementara akses ke sana ditutup rezim Suu
Kyi? Associated Press melansir,
Suu Kyi menyatakan angka kematian akibat kekerasan di Rakhine “hanya” 96 orang,
dengan kebanyakan korban ialah militan Rohingya. Ini, tentu saja, angka versi
pemerintah Myanmar.
Apakah
hari-hari terburuk Rohingya telah berlalu? Apakah pembakaran di desa-desa telah
berakhir karena penghuninya sudah berserakan ke segala penjuru? Tidak, ini sama
sekali belum berakhir. Mimpi buruk Rohingya akan panjang, dan bisa jadi maut
yang akhirnya memutus mimpi itu. Sampai saat ini, tentara Myanmar mengepung
wilayah-wilayah yang dihuni Rohingya seperti Maungdaw, Buthidaung, dan
Rathedaung. Sebanyak 800.000 orang di daerah-daerah tersebut dikenai jam malam
dari pukul 18.00 sore hingga 06.00 pagi.
Ro Nay
San Lwin, aktivis Rohingya di Eropa, mengatakan selain rumah-rumah warga,
masjid dan madrasah Rohingya pun dibakar habis. “Paman saya lari dari
pemerintah dan militer. Tidak ada bantuan dari pemerintah. Rumah mereka
dihancurkan dan barang-barang dijarah,” kata San Lwin. Situs berita komunitas Rohingya, Arakan Times, mengatakan tentara
Myanmar telah membakar sedikitnya 1.000 rumah. Situasi makin buruk karena
gambar-gambar dan video korban pembantaian beredar luas via WhatsApp. “Orang-orang
membagikan video pembunuhan.
Anak-anak
dan perempuan dibunuh, orang tak berdosa ditembak mati. Anda tak bisa bayangkan
betapa ketakutannya kami,” kata Myint Lwin, seorang Rohingya di Buthidaung. “Muslim
takut keluar rumah. Kami takut ke rumah sakit, ke pasar, ke mana-mana. Situasi
sangat berbahaya bagi kami,” imbuhnya
Apa yang
sudah dilakukan pemerintah Myanmar dan Aung San Suu Kyi untuk mengatasi tragedi
yang menewaskan makin banyak minoritas Rohingya ini? “Suu Kyi adalah monster.
Ia betul-betul ‘menikahi’ militer. Tapi adalah Panglima Militer Myanmar Jenderal
Senior Min Aṳńġ Hlaine
yang memberi perintah untuk membunuh Rohingya. Revolusi demokrasi Myanmar gagal
total. Kini kami memiliki ‘Neo-Nazisme’,” kata Kyaw Win.
Sanjukta
Sahany, relawan Organisasi Migrasi Internasional (International Organization
for Migration; IOM) di dekat perbatasan Bangladesh-Myanmar, mengatakan kondisi
belasan ribu pengungsi Rohingya yang ia lihat sungguh mengenaskan. Mereka
mengalami luka bakar dan luka tembak, dengan tatapan kosong menerawang. Untuk
mereka, etnis paling tertindas di dunia, masih adakah masa depan di Bumi ini?
Masih adakah hati kita tersisa untuk mereka? (sumber: kumparan)